Indonesia kembali kehilangan putra terbaiknya. Kabar duka datang dari keluarga besar PP Muhammadiyah.
Buya Syafii Maarif meninggal dunia.”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Telah wafat Buya Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah pada hari ini jam 10.15 di Yogyakarta,” kata Menko Polhukam Mahfud Md di Twitter, Jumat (27/5/2022).
Mahfud Md menyebut umat Islam kehilangan tokoh besar dalam sosok Buya Syafii Maarif. Mahfud Md mendoakan Buya Syafii Maarif mendapat surga Allah SWT.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Berpulangnya Buya Syafii tersebar ke seantero negeri. Ucapan belangsungkawa, selain dari pejabat, juga dari masyarakat, ormas dan lain sebagainya.
Profil Singkat Syafii Maarif
Syafii Maarif lahir pada tanggal 31 Mei 1935 di Sumpur Kudus Sumatera Barat dari pasangan Ma’rifah Rauf (1900-1955) dan Fathiyah (1905-1937. Syafii adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya adalah orang terpandang di Sumpur Kudus.
Sejak kecil ia memiliki tekad ingin sekolah sampai tinggi. Sekolah dasarnya ia selesaikan di dekat rumahnya dalam waktu singkat hanya lima tahun. Selain sekolah umum, ia juga sekolah agama di ibtidaiyah Muhammadiyah Kampung Sumpur, Sumatera Barat.
Setelah itu, ia meneruskan ke sekolah lanjutan Muhammadiyah dan lulus dari Madrasah Muallimin Muhammadiyah Lintau, Sumatera Barat. Lulus dari sana, ia hijrah ke Yogyakarta untuk meneruskan ke jenjang SMA. Tapi dia tidak diperkenankan karena pendidikan mualliminnya di Sumatera Barat tidak diakui. Akibatnya, ia meneruskan kembali ke Madrasah Muallimin yang ada di Yogyakarta milik organisasi Muhamadiyah.
Setelah lulus muallimin pada usia 21 tahun, ia diharuskan mengabdi di pendidikan yang dikelola organisasi Muhammadiyah dan dikirim ke Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk mengajar di sekolah Muhammadiyah. Setelah selesai pengabdiannya, ia kembali ke Jawa untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Dia mengambil jurusan sejarah di Universitas Cokroaminoto Surakarta.
Di tengah kesibukannya kuliah, ia harus bekerja untuk membiayai hidup dan kuliahya, apalagi saat itu dia sudah ditinggalkan kedua orang tuanya. Dia pun mengajar di SMP dan SMA di daerah yang dekat kampusnya. Kesibukan dan situasi politik saat itu, Syafi’i Ma’arif baru bisa menyelesaikan pada usia 29 tahun dengan gelar sarjana muda (BA).
Setelah menggondol gelar sarjana muda, ia mulai mengajar di Universitas Islam Yogyakarta. Bersamaan dengan itu, untuk meneruskan kesarjanaanya, dia melanjutkan kuliahnya ke Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta dalam bidang yang sama sejarah. Ia terbilang pintar, dalam waktu dua tahun dia sukses meraih gelar sarjana penuh (Drs).
Sejak itu, hidupnya banyak di dunia akademisi dan pemikiran-pemikiran briliannya mulai terlihat. Untuk mempertajam wawasan intelektualnya, dia meneruskan ke jenjang master dan doktor ke Amerika Serikat. Dia mengambil sejarah pada program master di Departemen Sejarah Ohio University dan pemikiran Islam di Universitas Chicago, Amerika Serikat.
Selamat jalan Buya!