
Hari Sabtu (2/6/2023) sekitar pukul 11.30 wib, Pasar Kambang sedang dibanjiri pengunjung, maklum hari balai. Berbagai kebutuhan tersedia di pasar yang berbatasan langsung dengan Lakitan tersebut. Disudut pasar bagian barat sebuah kompor minyak sumbu duapuluh empat sedang nyala. Diatasnya bertengger sebuah tabung terbuat dari plat seukuran ember. Didalam tabung silinder tersebut berisi pula empelur umbi pohon pisang yang telah dihancurkan, warnanya hitam dan lembek, asap mengepul dari sana.
Dalam wadah sederhana itulah terdapat lobang untuk menancapkan bambu berdiameter lima senti meter untuk memasak makanan khas asal Kambang yang dikenal dengan putu kambang oleh Rosna (65) atau akrab di panggil Siros. Tangan Rosna masih lincah meski umurnyanya telah diambang senja. Pekerjaan yang telah dilakoni sejak remaja.
Rosna warga Balai Kamih Koto Baru Kambang tersebut tampaknya tidak perlu bersorak sorai meneriaki dagangannya agar dibeli konsumen. Meski demikian anehnya pembeli tak putus putusnya membeli putu yang hanya dijual seribu tersebut. Rosna tampak kewalahan, namun tetap menikmati profesi sebagai pedagang putu. Bahkan beberapa saat ada pula penggemar putu yang antri, menunggu putu matang. Jemari tua itu tampak semakin sibuk dan lincah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tidak hanya Ros, masih ada sekitar empat pedagang putu lainnya yang menggelar dagangan seperti dilakukan Ros. Jaraknya tidak jauh dari Rosna Mereka memang tak perlu bersorak sorai, cukup onggokan kompor untuk memasak dan aroma khasnya saja yang mengundang pembeli untuk menghampiri mereka.
Putu kambang tampaknya telah punya pangsa pasar tersendiri, mulai dari orang tua sampai anak anak. Putu kambang telah punya konsumen tersendiri dan dinikmati turun temurun. Ada konsumen yang membawa pulang kerumah, namun ada yang langsung menyantap di tempat pembuatan putu sambil jongkok atau berdiri. Karena memang penjual putu tidak menyewa tempat khusus.
Tidak ada pula catatan resmi sejak kapan putu kambang ini mulai dibuat. Ros yang sudah berumur 65 tahun mendapatkan keterampilan membuat putu dari orang tuanya. Orang tua Ros juga memperoleh ilmu dari neneknya. Artinya putu kambang telah dikenal orang semenjak zaman kolonial belanda, dan bertahan hingga kini sebagai makanan khas asal Kambang.
Kenapa disebut khas makanan dari Kambang. Ada beberapa alasan menurut Ros. Pertama putu kambang adalah putu basah dengan aroma dan rasanya yang khas. Tidak seperti putu jawa baik yang kering atau yang basah. Putu kambang dibuat dengan tepung ketan hitam pilihan yang produk akhirnya tentu putu berwarna hitam. Kemudian didalamnya ada gula aren yang disebut luo . Luo dan perpaduan daun pandan yang terletak di tengah tengahnya menjadikan makanan ini punya rasa tersendiri.
“Kedua, yang berbeda adalah kemasan putu. Jika putu jawa dikemas dengan kemasan berbahan plastik atau bahan pabrikasi lainnya maka putu kambang dikujuik dengan daun pisang. Tak jarang pula orang menamainya putu kujuik. Artinya, setelah putu matang putu dimasukkan kedalam kemasan daun pisang lalu diikat ujung ke ujung,” kata Ros yang menjual putu semenjak tahun 60-an.
Putu kambang akan terasa nikmat dimakan saat masih hangat. Perpaduan ketan hitam, gula dan daun pandanya terasa begitu pas dan menyatu. Apalgi makanan ini diselingi dengan minuman dingin bila siang hari atau minuman panas saat malam hari. Namun jika putu telah dingin juga tidak mengurangi rasa khasnya karena dibungkus daun pisang, namun akan lebih baik lagi putu di panaskan kembali, dengan demikian rasa putu akan sama seperti baru di beli.
Putu kambang hanya bisa di dapatkan bila hari hari pasar atau hari balai. Khususnya di Bali Sabtu Pasar Kambang dan Balai Kamih Koto Baru dan di Lakutan hari setiap hari Rabu. Kemudian, dulunya penjual putu kambang juga pernah mengembangkan sayapnya kesejumlah pasar di Pesisir Selatan. Misalnya ke Surantih, Batang Kapas, Painan hingga ke Tarusan. Keselatannya di Balai Selasa, Air Haji hingga ke Pancung Soal.
Namun kini, kegiatan seperti itu tidak rutin lagi dilakukan. Penyebabnya ongkos untuk mobilisasi besar seiring tingginya biaya transportasi. Selain itu juga disebabkan semakin berkurangnya jumlah pedagang yang menjual putu kambang.
Ketika penjual putu kambang jumlahnya masih banyak, setiap hari balai misalnya di Balai Kamih terdapat lima belas hingga dua puluh orang pedagang putu berderet deret. Kini pedagang telah menyusut. sehingga jangkauan penjualan putu juga sangat terbatas. Sementara kader penerus putu juga tidak ada. Sementara, disisi lain penikmat putu kambang terus bertambah, ia di ditunggu pada hari hari balai. Putu kambang di buru, tampaknya ia merupakan makanan yang melegenda.
Sering Mengikuti Berbagai Promosi dan Pameran
Ros kepada penulis mengaku sering diajak Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan untuk mengikuti berbagai kegiatan promosi dan pameran. Pameran yang diikuti Ros untuk memperkenalkan makanan khas Pesisir Selatan asal Kambang ini tidak hanya pada ivent tingkat kabupaten, bahkan pernah tampil ke luar daerah.
Ia mengaku, putu kambang dalam berbagai ivent yang ia ikuti selau mendapat sambutan luar biasa. Bahkan Ros kesulitan melayani penikmat putu tersebut.(Haridman Kambang)